Pendahuluan
Pada masa lalu diagnosis penyakit
ditegakkan semata-mata dengan pemeriksaan klinis, yang banyak menyababkan
kesalahan diagnosis. Kemudian berkembang berbagai pemeriksaan penunjang atau
uji diagnostik, mulai dari pemeriksaan laboratorium sederhana sampai
pemeriksaan pencitraan yang canggih. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita
memerlukan berbagai jenis uji diagnostik untuk menegakkan diagnosis pada
sebagaian besar kasus.
Memilih pemeriksaan diagnostik yang
tepat tidak selalu mudah. Uji diagnostik dapat dilakukan secara bertahap
(serial) atau sekaligus beberapa uji diagnostik (paralel). Pada uji diagnostik
serial, pemeriksaan dilakukan secar bertahap ; perlu atau tidaknya pemeriksaan
selanjutnya ditentukan oleh hasil uji sebelumnya misalnya, untuk diagnosis
tuberkulosis paru, foto toraks baru perlu dikerjakan bila hasil uji tuberkulin
positif. Pada uji paralel, beberapa pemeriksaan dilakukan sekaligus, hal ini
biasa dilakukan pada kasus yang memerlukan diagnosis cepat contohnya, pada
pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan segera pemeriksaan terhadap
gula darah, ureum, serta funduskopi. Dikenal pula pembagian uji diagnostik
berdasar pada kegunaannya misalnya untuk skrining, memastikan diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis, memantau perjalanan penyakit, menentukan prognosis dan
lain-lain. Perbedaan kegunaan tersebut menyebabkan perbedaan karakteristik uji
diagnostik yang dipakai Uji diagnostik yang ideal jarang sekali ditemukan,
yaitu uji yang memberikan hasil positif pada semua subyek yang sakit dan
memberikan hasil negatif pada subyek yang sehat. Hampir pada semua uji
diagnostik terdapat kemungkinan untuk diperoleh hasil uji positif pada subyek
yang sehat (positif semu, false positif), dan hasil negatif pada subyek yang
sakit (negatif semu, false negatif).
Interpretasi hasil uji diagnostik
dipengaruhi pula oleh berbagai hal, terutama prevalens penyakit dan derajat
penyakit pada wktu uji diagnostik dilakukan. Adalah tugas kita pula untuk
menginterprestasi hasil suatu uji diagnostik, apakah memang sesuai untuk pasein
kita? Sebagai seorang klinikus adalah tugas kita pula untuk menilai publikasi
mengenai uji diagnostik baru. Apakah penelitian tersebut dilaksanakan dengan
baik dan hasilnya memang laik untuk diterapkan? Dalam makalah ini diuraikan
manfaat, prinsip dasar, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam melakukan
suatu uji diagnostik, serta interprestasi hasil uji diagnostik. Dikemukakan
pula satu contoh uji diagnostik sederhana.
TUJUAN UJI DIAGNOSTIK
Pengembangan uji
diagnostik dapat mempunyai beberapa tujuan, termasuk ;
- Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan suatu penyakit, Untuk keperluan ini, uji diagnostik haruslah sensitif, sehingga bila didapatkan hasil normal dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya suatu penyakit. Ia juga harus spesifik, sehingga bila hasilnya abnormal dapat digunakan untuk menentukan adanya penyakit.
- Untuk keperluan skrining. Skrining dilakukan untuk mencari subyek yang asimtomatik, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lanjtan agar diagnosis dini dapat ditegakkan. Agar uji diagnostic dapat dipakai sebagai alat skrining maka harus dip[enuhi beberapa criteria, yakni
- Prevalensi penyakit harus cukup tinggi, meskipun kata tinggi ini relative
- Penyakit tersebut menunjukan morbiditas atau mortalitas yang bermakna apabila tidak diobati
- Harus ada pengobatan yang efektif untuk mengubah perjalan penyakit
- Pengobatan dini harus menunjukkan manfaat yang lebih bila dibandingkan dengan pengobatan terhadap kasus yang lanjut atau simtomik.
Contoh skrining yang baik adalah uji
tuberkulin pada anak, keempat syarat tersebut terpenuhi, karena prevalens
tuberculosis di Indonesia tinggi, apabila tidak diobati akan menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang bermakna, terdapat pengobatan yang efektif, dan
pengoabatan dini memberikan hasil yang jauh lebih menarik. Di banyak Negara,
skrining ini juga dilaksanakan terhadap hipotiroidisme pada bayi baru lahir,
meskipun prevalensinya, dipandang dari kacamata kita, tidak terlalu tinggi.
Contoh skrining yang tidak layak
dilaksanakan adalah foto toraka untuk mendeteksi kanker paru;sebab meskipun
misalnya prosedur tersebut sensitive,namun bila kanker paru sudah terdeteksi
dengan foto rontgen, pengobatan dini tidak memberikan kesembuhan yang lebih
baik.\
3. Untuk pengobatan pasien. Dalam pengobatan pasien, uji diagnostic seringkali dilakukan
berulang-ulang untuk:
- Memantau progresi penyakit
- Mengidentifikasi komplikasi
- Mengetahui kadar terapi suatu obat
- Menetapkan prognosis
- Mengkonfirmasi suatu hasil pemeriksaan yang tak diduga
Untuk kepentingan ini, reprodusibilitas
suatu uji diagnostic sangat penting artinya bila suatu uji dilakukan terhadap
subyek yang sama pada waktu yang sama haruslah member hasil yang sama pula.
4. Untuk studi epidemiologic. Uji
diagnostic sering dilakukan untuk melakukan studi epidemiologic.
Suatu uji
diagnostic yang memberikan hasil positif (ada penyakit) atau negative (tidak
ada penyakit),
sering dipakai dalam survai untuk menentukan prevalens suatu
penyakit. Dalam studi kohort, uji
diagnostic dapat merupakan alat untuk
menentukan terjadinya suatu penyakit atau efek tertentu,
hingga dapat dihitung
incidence rate-nya. Kedua hal tersebut sering mempunyai nilai penting dalam
kesehatan masyarakat, untuk menentukan kebijakan, misalnya apakah diperlukan
intervensi tertentu
untuk mencegah atau menanggulangi suatu penyakit
Oleh : Hardiono D Pusponegoro,
I G N Wila Wirya, Anton H Pudjiadi, Julfina Bisanto, Siti Z Zulkarnain
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan cantumkan alamat email atau CP anda jika ingin komentar dan tertarik untuk mengikuti pelatihan statistik, agar secepatnya dapat kami jawab pertanyaan anda. Terima kasih sebelumnya.